2. Metode Beramal
Syari’at Al Qur’an mengajarkan kepada
umatnya agar senantiasa beramal guna merealisasikan kepentingannya baik
kepentingan dunia atau akhirat. Sebagaimana syari’at Al Qur’an telah
menanamkan pada jiwa umatnya bahwa suatu keadaan yang ada pada mereka
tidaklah pernah akan berubah tanpa melalui upaya dan perjuangan dari
mereka sendiri. Langit tidaklah akan pernah menurunkan hujan emas dan
perak, dan bumi tidaklah akan menumbuhkan intan dan berlian. Semuanya harus diupayakan dan diperoleh melalui perjuangan dan pengorbanan.
Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ اللّهَ لاَ يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُواْ مَا بِأَنْفُسِهِمْ
“Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS. Ar Ra’adu: 11)
Syari’at Al Qur’an mengajarkan kepada
umatnya agar senantiasa memiliki semangat baja dan tidak kenal putus asa
dalam beramal. Walau aral telah melintang, dan kegagalan telah dituai,
akan tetapi semangat beramal tidaklah boleh surut atau padam. Berjuang
dan berjuang, berusaha dan terus berusaha hingga keberhasilan dapat
direalisasikan, itulah semboyan setiap seorang muslim dalam setiap
usahanya. Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ
“Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan
yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Mukminun: 51)
Dan pada ayat lain, Allah Ta’ala berfirman,
وَلاَ تَيْأَسُواْ مِن رَّوْحِ اللّهِ إِنَّهُ لاَ يَيْأَسُ مِن رَّوْحِ اللّهِ إِلاَّ الْقَوْمُ الْكَافِرُونَ
“Dan jangan kamu berputus asa dari rahmat
Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan
kaum yang kafir.” (QS. Yusuf: 87)
Oleh karena itu sikap bermalas-malasan
dan hanya menunggu uluran tangan orang lain, tidak pernah diajarkan
dalam syari’at Al Qur’an. Syari’at Al Qur’an bahkan menganjurkan agar
setiap muslim mampu menjadi anggota masyarakat yang berguna bagi dirinya
sendiri, keluarga dan juga masyarakatnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
على كل مسلم صدقة. قيل: أرأيت إن لم يجد؟
قال: يعتمل بيديه فينفع نفسه ويتصدق. قال: قيل: أرأيت إن لم يستطع؟ قال:
يعين ذا الحاجة الملهوف. قال: قيل له: أرأيت إن لم يستطع؟ قال: يأمر
بالمعروف أو الخير. قال: أرأيت إن لم يفعل؟ قال: يمسك عن الشر، فإنها صدقة
“Wajib atas setiap orang muslim untuk
bersedekah. Dikatakan kepada beliau, ‘Bagaimana bila ia tidak mampu?’
Beliau menjawab, ‘Ia bekerja dengan kedua tangannya, sehingga ia
menghasilkan kemanfaatan untuk dirinya sendiri dan juga bersedekah.’
Dikatakan lagi kepadanya, ‘Bagaimana bila ia tidak mampu?’ Beliau
menjawab, ‘Ia membantu orang yang benar-benar dalam kesusahan.’
Dikatakan lagi kepada beliau, ‘Bagaimana bila ia tidak mampu?’ Beliau
menjawab, ‘Ia memerintahkan dengan yang ma’ruf atau kebaikan.’ Penanya
kembali berkata, ‘Bagaimana bila ia tidak (mampu) melakukannya?’ Beliau
menjawab, ‘Ia menahan diri dari perbuatan buruk, maka sesungguhnya itu
adalah sedekah.’” (HR. Muslim)
Dan pada hadits lain, beliau bersabda,
المؤمن القوي خير وأحب إلي الله من المؤمن
الضعيف وفي كل خير. احرص على ما ينفعك واستعن بالله ولا تعجز، وإن أصابك
شيء فلا تقل: لو أني فعلت كذا وكذا، لكان كذا وكذا، ولكن قل: قدر الله وما
شاء فعل، فإن لو تفتح عمل الشيطان
“Seorang mukmin yang kuat lebih baik dan
lebih dicintai oleh Allah dibanding seorang mukmin yang lemah, dan pada
keduanya terdapat kebaikan. Senantiasa berusahalah untuk melakukan
segala yang berguna bagimu, dan mohonlah pertolongan kepada Allah, dan
janganlah engkau menjadi lemah. Dan bila engkau ditimpa sesuatu, maka
janganlah engkau berkata: seandainya aku berbuat demikian, demikian,
niscaya akan terjadi demikian dan demikian, akan tetapi katakanlah,
‘Allah telah mentakdirkan, dan apa yang Ia kehendakilah yang akan Ia
lakukan’, karena ucapan “seandainya” akan membukakan (pintu) godaan
syetan.” (HR. Muslim)
Syari’at Al Qur’an ini bukan hanya
berlaku dalam urusan dunia, dan pekerjaan dunia, akan tetapi berlaku
juga pada amalan yang berkaitan dengan urusan akhirat, yaitu berupa
amalan ibadah. Hendaknya setiap muslim berjuang dan berusaha keras dalam
menjalankan ibadah kepada Allah Ta’ala. Tidak cukup hanya beramal, akan
tetapi antara sesama umat muslim saling berlomba-lomba dalam kebajikan
dan amal sholeh,
وَلَوْ شَاء اللّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً
وَاحِدَةً وَلَـكِن لِّيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُم فَاسْتَبِقُوا
الخَيْرَاتِ إِلَى الله مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُم بِمَا
كُنتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ
“Sekiranya Allah menghendaki, niscaya
kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu
terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat
kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu
diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu.” (QS.
Al Maidah: 48)
Dan pada ayat lain, Allah Ta’ala berfirman,
وَسَارِعُواْ إِلَى مَغْفِرَةٍ مِّن
رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالأَرْضُ أُعِدَّتْ
لِلْمُتَّقِينَ. الَّذِينَ يُنفِقُونَ فِي السَّرَّاء وَالضَّرَّاء
وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللّهُ يُحِبُّ
الْمُحْسِنِينَ. وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُواْ فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُواْ
أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُواْ اللّهَ فَاسْتَغْفَرُواْ لِذُنُوبِهِمْ وَمَن
يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلاَّ اللّهُ وَلَمْ يُصِرُّواْ عَلَى مَا فَعَلُواْ
وَهُمْ يَعْلَمُونَ
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan
dari Rabb-mu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang
disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang
menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan
orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang.
Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. Dan (juga)
orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri
sendiri (berbuat dosa) mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun
terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa
selain dari pada Allah. Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya
itu, sedang mereka mengatahui.” (QS. Ali Imran: 133-135)
Walau syari’at Al Qur’an menganjurkan
umatnya untuk berlomba-lomba dalam mengamalkan kebajikan dan amal
sholeh, akan tetapi syari’at Al Qur’an tidaklah melupakan berbagai
keadaan yang sedang dan akan dialami oleh masing-masing manusia. Setiap
orang pasti melalui berbagai fase dari pertumbuhan fisik, biologis,
mental dan berbagai perubahan dan keadaan yang meliputinya. Oleh karena
itu syari’at Al Qur’an senantiasa mengingatkan umatnya agar dalam
beramal senantiasa memperhatikan berbagai faktor tersebut, sehingga
tidak terjadi berbagai ketimpangan dalam kehidupan mereka, baik pada
saat beramal atau pada masa yang akan datang. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam banyak haditsnya telah menjelaskan dengan gamblang metode beramal semacam ini, diantaranya pada sabda Beliau,
عن عائشة رضي الله عنها قالت: كان عندي
امرأة من بني أسد، فدخل علي رسول الله صلى الله عليه و سلم فقال: من هذه؟
قلت: فلانة لا تنام بالليل. تذكر من صلاتها. فقال: مه، عليكم ما تطيقون من
الأعمال، فإن الله لا يمل حتى تملوا وكان أحب الدين إليه ما داوم عليه
صاحبه
”Dari sahabat ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia menuturkan, ‘Pada suatu hari ada seorang wanita dari Bani Asad sedang berada di rumahku, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
ke rumahku, lalu beliau bertanya, Siapakah ini? Akupun menjawab,
Fulanah, wanita yang tidak tidur malam. ‘Aisyah menyebutkan perihal
sholat malam wanita tersebut. Maka Rasulullah bersabda, Tahanlah.
Hendaknya kalian mengerjakan amalan yang kalian mampu (untuk
melakukannya terus-menerus/istiqamah-pent) karena sesungguhnya Allah
tidaklah pernah bosan, walaupun kalian telah bosan. Dan amalan (agama)
yang paling dicintai oleh Allah ialah amalan yang dilakukan dengan
terus-menerus (istiqamah) oleh pelakunya.” (Muttafaqun ‘alaih)
Demikianlah Syari’at Al Qur’an
mengajarkan umatnya dalam beramal, tidak malas dan tidak memaksakan diri
sehingga mengerjakan suatu amalan yang tidak mungkin untuk ia lakukan
dengan terus-menerus (istiqamah). Dan kisah berikut adalah kisah nyata
akan hal ini:
Pada suatu hari Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash radhiyallahu ‘anhu berkata, “Seumur hidupku, aku akan shalat malam terus menerus dan senantiasa berpuasa di siang hari.” Tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
dilapori tentang ucapan sahabat ini, beliau memanggilnya dan menanyakan
perihal ucapannya tersebut. Tatkala Abdullah bin ‘Amr bin al ‘Ash
mengakui ucapannya tersebut, Rasulullah s shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda kepadanya, Engkau tidak akan kuat melakukannya, maka
berpuasalah dan juga berbukalah (tidak berpuasa). Tidur dan bangunlah
(shalat malam). Dan berpuasalah tiga hari setiap bulan, karena setiap
kebaikan akan dilipatgandakan supuluh kalinya, dan yang demikian itu
sama dengan puasa sepanjang tahun.” Mendengar yang demikian, Abdullah
bin ‘Amr al ‘Ash berkata, “Sesungguhnya aku mampu melakukan yang lebih
dari itu” Beliau menjawab, “Puasalah sehari dan berbukalah dua hari.”
Abdullah bin ‘Amr al ‘Ash kembali berkata, “Sesungguhnya aku mampu
melakukan yang lebih dari itu.” Beliau menjawab, “Puasalah sehari dan
berbukalah sehari, dan itulah puasa Nabi Dawud ‘alaihissalaam
dan itulah puasa yang paling adil.” Mendengar yang demikian, Abdullah
bin ‘Amr al ‘Ash berkata, “Sesungguhnya aku mampu melakukan yang lebih
dari itu.” Beliau menjawab, “Tidak ada puasa yang lebih utama dari itu.”
Kemudian semasa tuanya Abdullah bin ‘Amr al ‘Ash menyesali sikapnya
tersebut dan beliau berkata, “Sungguh seandainya aku menerima tawaran
puasa tiga hari setiap bulan yang disabdakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, lebih aku sukai dibanding keluarga dan harta bendaku.” (Kisah ini diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim)
Oleh karena itu, sebagian ulama’
menjelaskan bahwa metode yang benar dalam beramal agar dapat istiqamah
sepanjang masa dan dalam segala keadaan:
اعمل وأنت مشفق ودع العمل وأنت تحبه
“Beramallah sedangkan engkau dalam
keadaan khawatir, dan beristirahatlah dari beramal dikala engkau masih
menyukai amalan tersebut (bersemangat untuk beramal).”
Sebagian lainnya berkata,
إن هذا الدين متين فأوغلوا فيه برفق، ولا
تبغضوا إلى أنفسكم عبادة الله، فان المنبت لا بلغ بعدا ولا أبقى ظهرا،
واعمل على عمل امرىء يظن أن لا يموت إلا هرما، واحذر حذر امرىء يحسب أنه
يموت غدا.
“Sesungguhnya agama ini adalah kokoh,
maka masukklah ke dalamnya dengan cara-cara yang lembut, dan janganlah
sekali-kali engkau menjadikan amal ibadah kepada Allah dibenci oleh
jiwamu, karena sesungguhnya orang yang memaksakan kendaraannya, tidaklah
dapat mencapai tujuan dan juga tidaklah menyisakan tunggangannya.
Beramallah bagaikan amalan orang yang yakin bahwa ia tidak akan mati
kecuali dalam keadaan pikun (tua renta) dan waspadalah sebagaimana
kewaspadaan orang yang yakin akan mati esok hari.” (Az Zuhdu oleh Ibnu
Mubarak 469).
No comments:
Post a Comment